Floriana I Jehadut
D3 Perpustakaan Fakultas Sastra
Universitas Negeri Malang
Abstrak
Kehadiran media massa saat ini telah membawa banyak
perubahan besar dalam kehidupan masyarakat sekarang ini, termasuk anak usia
sekolah dasar. Hal ini disebabkan karena daya tarik media yang begitu kuat
serta programnya yang terencana dengan kombinasi audio visual yang sangat menarik.
Di dalam kompetensi ketat ini, membuat media massa saling berebutan pemirsa.
Literasi media yang dikembangkan dalam masyarakat bertujuan agar masyarakat
bisa melek informasi. Dengan adanya literasi media, mengajarkan anak-anak usia
sekolah dasar untuk meniru, tanpa mengkritisnya terlebih dahulu. Disinilah peran
guru dan orangtua dibutuhkan. Untuk itu guru perlu meyisipkan materi literasi
media sat mengajar di kelas.
Kata
kunci: Lliterasi media, anak sekolah dasar.
Perkembangan media televisi dan radio saat ini
sangat berkembang pesat, sehingga dapat memberikan keuntungan sekaligus
kerugian bagi masyarakat. Keuntungan
dari medianya adalah muatan edukasi dalam
tayangan televisi akan semakin mudah di cerna oleh para penonton, baik anak-anak maupun orang dewasa,
karena menggunakan kombinasi audio dan visualisasi. Selain itu, perkembangan
industri yang sangat besar juga membutuhkan tenaga kerja yang besar pula.
Adapun kerugiannya bagi masyarakat yaitu dengan adanya tayangan di televisi
akan membuat anak jadi betah di depan layar televisi, mereka menjadi kurang
bersosialisasi dengan teman sebayanya. Tidak hanya itu, tayangan yang berbau
kekerasan dan pornografi juga akan mempengaruhi pergaulan anak-anak dan remaja
dalam lingkungan masyarakat.
Hidup di tengah derasnya perkembangan
teknologi pada dasarnya akan membuat orangtua harus waspada dalam menjaga
anaknya. Orangtua harus memberikan penguatan pada anak-anak melalui sebuah
upaya memahami media yang baik yaitu melalui literasi media. Dalam konteks ini,
pendidikan media mencapai melek media dapat dipandang sebagai salah satu upaya
untuk memberikan kekuatan dan titik acuan intelektual yang di perlukan untuk
memahami dunia sekitarnya. Dalam kaitannya dengan literasi media, konsep
pendidikan ini mempersiapkan masyarakat untuk bisa hidup dalam dunia
sesak-media. Kemudahan mengakses informasi tidak banyak artinya bila kemudian
tidak diimbangi dengan literasi media. Persiapan itu diperlukan karena media
massa bukan hanya melaporkan apa yang terjadi melainkan juga mempengaruhi
khalayaknya. Literasi media merupakan upaya pembelajaran bagi khalayak media
sehingga menjadi khalayak yang berdaya hidup di tengah dunia yang disebut dunia
sesak-media (Iriantara, 2009).
Kehadiran media massa telah memberikan
banyak perubahan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan cara kita
beragama atau mengamalkan ajaran agama yang kita anut. Seluruh lapisan
masyarakat, tidak pandang usia apakah remaja, orang tua ataukah masih anak-anak
juga terkena perubahan. Hal ini disebabkan oleh daya tarik media yang begitu kuat
pada setiap lapisan masyarakat tersebut. Berbagai program acara dirancang dan
dikemas dengan tujuan utama untuk menghibur serta menyebarkan informasi. Perubahan
pada anak-anak perlu perhatian yang lebih besar, mengingat anak seusia sekolah
dasar maupun di bawahnya masih sangat polos, mereka belum bisa menyaring
informasi secara lebih kritis dari media. Mereka lebih meniru apa yang mereka
tonton dari media yang mereka lihat. Padahal, sesungguhnya realitas yang
disajikan media massa (televisi, film, internet, dll) sudah di rekayasa.
Realitas yang ditampilkan media yang
disampaikan oleh Jalaluddin Rahmat merupakan
realitas yang sudah diseleksi-realitas tangan-kedua (second hand reality). Sebagai contohnya dalam masyarakat adalah
televisi, dalam memilih tokoh-tokoh tertentu untuk ditampilkan telah
“mengesampingkan’’ tokoh yang lain. Dari sistem kerja media seperti itu maka
kita cenderung memperoleh informasi itu semata-mata berdasarkan pada apa yang
dilaporkan oleh media. Sebagai contoh, kebanyakan orang membentuk citra tentang
lingkungan sosial masyarakat berdasarkan pada realitas kedua (yang ditampilkan
oleh media massa). Karena televisi swasta kita terlalu sering menyajikan
kekerasan, penonton cenderung memandang dunia ini lebih keras, tidak aman dan
lebih mengerikan. Oleh karena itu, dibutuhkan adanya pendampingan dari orang
yang lebih dewasa untuk “meluruskan” pesan muatan program televisi dan film
yang tidak mendidik dan atau kurang mengembangkan pembentukan karakter pribadi
yang positif. Di sinilah letak pentingnya orang tua dan guru dalam menjelaskan realitas
sebagaimana telah direkayasa oleh media.
PENGERTIAN LITERASI
MEDIA
Pemahaman literasi media secara
tradisional diartikan sebagai suatu kemampuan untuk mengakses, menganalisis,
dan menciptakan (Silverblatt, 2007). Menurut Brown (1998) literasi media adalah
kemampuan untuk menganalisis dan menghargai karya-karya sastra, dan untuk
berkomunikasi efektif melalui tulisan yang baik. Ferrington (2006) menjelaskan
pemahaman literasi media pada tahun tujuh puluhan diperluas mencakup kemampuan
untuk membaca teks film, televisi, dan media visual karena studi tentang
pendidikan media dimulai dengan mengikuti pengembangan area media. Adapun menurut Hobbs (1996), literasi media adalah
proses mengakses, menganalisis secara kritis pesan media dan menciptakan pesan
dengan menggunakan alat media. Sedangkan Rubin (1998) menjelaskan bahwa yang dimaksud
dengan literasi media adalah pemahaman sumber, teknologi komunikasi, kode yang
digunakan, pesan yang dihasilkan, seleksi, interpretasi dan dampak dari pesan
tersebut.
Dengan adanya perkembangan teknologi
saat ini, akan mucul berbagai masalah yang akan di hadapi masyarakat. Masalah-masalah
tersebut diantaranya: tayangan (atau bacaan) yang diskriminatif terhadap ras,
gender, dan agama, termasuk masalah anak dan hak asasi manusia yang terabaikan.
Efeknya bagi publik adalah ketidak-berimbangan informasi dan pendidikan mengenai
kemanusiaan, tidak ada rasa peduli pada lingkungan. Informasi yang didapat
publik dari industri media sudah didominasi kepentingan komersil sehingga menjadi
“tidak ramah publik”. Implikasi permainan pemilik modal industri pada akhirnya
membuat publik tidak mempunyai ruang untuk berpartisipasi dan mencari informasi
yang benar-benar mereka butuhkan.
Seiring dengan berjalannnya waktu, arus
perkembangan informasi semakin mudah untuk di sebarkan. Begitu pula dengan
teknologi yang menyebarluaskan informasi ke masyarakat. Dengan adanya
perkembangan teknologi saat ini, masyarakat sebagai sasaran atau target penyediaan informasi tentu akan mendapatkan
keuntungan. Kategori informasi yang
dibutuhkan oleh masyarakat memang beragam. Dengan demikian tidaklah mudah bagi
media untuk memberi sajian informasi/hiburan yang bisa memuaskan seluruh
pelanggannya. Sebab definisi kebutuhan ini tidaklah sama antara pemirsa satu
dengan lainnya. Namun setidaknya perlu diketahui bahwa setiap media penyiaran
pasti memiliki segmentasi tertentu. Oleh karena itu, merekalah yang harus
menjadi fokus pelayanan media. Kebutuhan kelompok inilah yang perlu dipahami, termasuk
tren perubahan gaya hidup mereka.
TUJUAN LITERASI MEDIA
Literasi media mempunyai tujuan yaitu
untuk mengajak khalayak dan pengguna
untuk menganalisis pesan yang disampaikan media massa, mempertimbangkan tujuan
komersial dan politik dibalik suatu citra atau pesan media, dan meneliti siapa
yang bertanggung jawab atas pesan atau ide tersebut. Oleh sebab itu, kita harus
pandai-pandai memilih media mana yang benar-benar netral untuk dapat kita
jadikan sebagai panduan dalam mencari informasi.
Literasi media juga mempunyai tujuan
lain, diantaranya: (a) membantu konsumen agar memiliki pengetahuan dan
pemahaman yang cukup tentang isi media, (b) melindungi konsumen yang lemah
terhadap dampak media penetrasi budaya baru, (c) menghasilkan masyarakat yang “well informed” serta dapat membuat
penilaian terhadap content media
berdasarkan pengetahuan dan pemahaman mereka terhadap media yang bersangkutan.
(Eadie, 2009:564).
Selain itu, media literasi juga
mempunyai tujuan untuk anak-anak yaitu dengan bisa membaca dan menulis, anak
dapat mengetahui perkembangan tentang media tersebut. Anak dapat mengkritisi
media, namun tidak sembarangan dalam menentukan media untuk dipilihnya
dan meniru tanpa ada alasan dan bukti yang membenarkan media tersebut. Jadi
anak-anak harus dapat membaca dan menulis terlebih dahulu untuk bekalnya dalam
mengkritisi media yang beragam. Sehingga anak dapat memfilter apakah media
tersebut layak untuk dikonsumsi atau tidak.
DAMPAK
MEDIA MASSA BAGI ANAK SEKOLAH DASAR
Perkembangan teknologi yang semakin
pesat akan membawa dampak bagi masyarakat. Salah satu dampak dari kemajuan
teknologi adalah semakin beragamnya produk-produk elektronik baru yang terjangkau
oleh masyarakat terutama kalangan menengah ke atas. Bukan hanya itu, tayangan
televisi juga sangat mempengaruhi sikap anak-anak. Tayangan televisi yang
monoton dan tidak menarik membuat orang terutama anak-anak tidak tahan lama-lama
di depan televisi. Maraknya acara televisi yang menarik dan berbagai permainan
video game yang seru membuat anak lupa dengan waktu dan kurang beraktivitas,
akibatnya keterampilan serta kreativitas anak berkurang dan terampas.
Banyak orang tua yang lebih melonggarkan
penggunaan media-media ini pada saat liburan akhir pekan. Sebuah data
menunjukkan, bahwa durasi nonton TV bagi anak-anak saat liburan akan lebih lama
dibandingkan hari biasa. Menurut Nina Mutmainah, anak-anak itu paling gampang
untuk mengimitasi isi atau konten media. Apabila yang dicontoh dan ditiru
merupakan tayangan yang mendidik, meningkatkan kepedulian sosial, atau meningkatkan
kepatuhan pada orang tua dan kesadaran beragama. Misalnya, tentu ini akan
sangat positif bagi perkembangan kepribadian dan sosial keagamaan anak. Namun
jika yang ditiru adalah tayangan kekerasan, konsumerisme, free sex atau budaya
barat yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia yang santun dan
beradab, maka banyak orangtua yang merasa risau terhadap anak-anaknya.
Beberapa fakta yang perlu kita pahami
berkaitan dengan TV adalah kebanyakan acara TV meletakkan belahan otak kiri dan
kanan ke dalam gelombang alpha yang akan mempengaruhi fungsi, merusak
keseimbangan dan interaksi antara belahan otak kiri dan kanan. Sumber cahaya
yang terpancar dan bergetar diduga ada kaitannya dengan meningkatnya aktivitas
gelombang alpha tersebut (Johnson, 2000). Intensitas kebisingan berpengaruh
terhadap memori jangka pendek, kemampuan membaca dan konsentrasi (Bhinnety,
dkk., 1997; Cohen dkk, 1973, Moran dan Loeb dalam Saez & Stephens, 1986).
Munculnya berbagai dampak tersebut, pada
umumnya dapat dilihat sebagai akibat dari kurangnya pemahaman orangtua dalam
mengatur dan menjembatani interaksi anak dengan televisi. Dalam berbagai
kesempatan pertemuan dengan orangtua dan guru, mereka merasa tidak berdaya
dalam menghadapi persoalan ini. Mereka lebih meletakkan harapan pada peran
pemerintah dan industri penyiaran televisi agar mendisain ulang program siaran
mereka yang sesuai dengan nilai-nilai dan budaya Indonesia sehingga
tidak berpengaruh buruk pada anak-anak. Sikap ketidakberdayaan inilah yang
harus dikikis dengan memberikan penyadaran bahwa kuncinya bukanlah pada orang
lain atau pihak lain, tetapi ada pada orangtua dan anak itu sendiri. Karena,
baik pemerintah maupun industri penyiaran televisi adalah dua pihak yang pada
saat ini tidak bisa diharapkan dan tidak akan mampu memenuhi harapan para
orangtua.
Untuk mengantisipasi dampak-dampak
negatif buruk dari televisi tentunya tidak dapat didiamkan begitu saja. Dibutuhkan
sebuah kemampuan untuk menyikapi media ini dengan bijaksana. Tapi bagaimana
mungkin masyarakat dapat bersikap kritis terhadap media jika masyarakat tidak
diajarkan bagaimana caranya. Hal ini juga menjadi salah satu kelemahan
kurikulum pendidikan di Indonesia. Pendidikan mengenai media hampir
terlupakan. Agenda pendidikan media sama sekali belum diperhitungkan oleh
penyelenggara negara, khususnya pemegang otoritas pendidikan. Padahal media
memiliki kekuatan untuk menjalankan hidden
curriculum (kurikulum terselubung) baik yang konstruktif maupun destruktif.
CARA PENGENALAN
LITERASI MEDIA PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR
Berdasarkan adanya dampak di atas, maka
di dalam suatau masyarakat di perlukan suatua cara untuk mengenalkan literasi
media pada anak usia sekolah dasar. Salah satu cara yang digunakan adalah
melalui pendidikan melek media dan kurikulum sekolah dasar.
Pendidikan Melek Media
dan Kurikulum Sekolah Dasar
Pendidikan melek media dan kurikulum
sekolah dasar merupakan yayasan kesejahteraan anak Indonesia dan yayasan ini
mulai mencoba program melek media pada tahun 2002. Sebelum melaksanakan model
pertama ini, yayasan ini melakukan pelatihan terhadap para guru yang nantinya
akan mengajarkan materi ini. Pelatihan tersebut bertujuan untuk mempersiapkan
guru, agar dapat maksimal dalam mengajarkan pendidikan melek media terhadap
anak didik. Selain itu, agar proses pendidikan melek media di sekolah dapat
berjalan seiring dengan pendidikan di rumah, diadakan seminar bagi orangtua
murid tentang pendidikan melek media. Seminar tersebut bermaksud untuk
menyampaikan pentingnya pendidikan melek media diajarkan di sekolah dan di
rumah. Melalui hal tersebut diharapkan kerjasama dan dukungan orangtua.
Titik berat materi pembelajaran melek media
ditekankan pada media televisi mengingat media ini paling banyak diakses oleh
anak-anak. Pokok bahasan yang diajarkan adalah: (1) mengapa melek media penting,
(2) jenis-jenis acara televisi, (3) fungsi dan pengaruh iklan, (4)
karakteristik televisi, (5) dampak menonton televisi, (6) menonton televisi dan
kegiatan lain, (7) memilih acara televisi yang baik, dan (8) televisi sebagai
sumber belajar.
Setelah siswa mendapatkan pembelajaran
mengenai melek media dengan fokus pada televisi (bagaimana berinteraksi dengan
televisi secara kritis), maka diharapkan para siswa dapat memahami dan
mengapresiasi program yang ditonton, menyelesaikan jenis acara yang ditonton,
tidak mudah terkena dampak negatif acara televisi, dapat mengambil manfaat dari
acara yang ditonton, dan pembatasan jumlah jam menonton.
Dengan adanya supervisi selama pelatihan
guru, kerangka berpikir ini dapat dijadikan pedoman oleh guru dalam menyusun
materi pelajaran agar dapat diterapkan dalam setiap kelas di sekolah dasar
dengan kedalaman materi dan cara yang berbeda-beda, disesuaikan dengan kondisi
dan situasi sekolah masing-masing. Pelajaran melek media di sekolah ini
dilaksanakan dua minggu sekali, dalam satu jam pelajaran dengan durasi waktu 30
menit. Materi-materi yang disampaikan meliputi pengenalan akan berbagai media
hingga bagaimana membangun daya kritis siswa dalam menggunakan media. Model
yang kedua dalam mengajarkan pembelajaran melek media adalah dengan
mengintegrasikan pendidikan melek media ke beberapa mata
pelajaran. Untuk mewujudkan model ini, Len Masterman dalam tulisannya yang
berjudul A Rationale for Media
Education, (Dealam, Silalahi, 2007) menawarkan beberapa cara sederhana,
yaitu:
·
Sejarah
Guru dapat mengajarkan melek media
dengan cara mengajak siswa untuk menilai secara kritis bukti-bukti sejarah yang
ditampilkan melalui media. Bila berbicara dalam konteks televisi, maka sarana
yang dapat dipakai adalah film-film bertemakan sejarah. Contoh yang paling sederhana
adalah membahas film G30 S/PKI yang ditayangkan di televisi setiap peringatan
Hari Kesaktian Pancasila. Siswa diajak untuk melihat atau menbandingkan
bukti-bukti sejarah, kronologi peristiwa, dan hal-hal lain yang mereka pelajari
di kelas dengan apa yang ditampilkan oleh film tersebut.
·
Ilmu pengetahuan alam
Guru dapat mengajak siswa untuk
menilai gambaran, citra, fungsi dan status dari ilmu pengetahuan alam dan
ilmuwan yang ditampilkan di media. Contohnya, ilmuwan sering digambarkan
sebagai orang yang aneh karena terlalu pintar, kurang bersosialisasi karena
terus-menerus berada di laboratorium, berkepala botak, dan berkacamata tebal.
Guru dapat meminta penilaian siswa apakah siswa setuju dengan penggambaran
tersebut atau tidak. Apakah menurut siswa penggambaran tersebut sesuai dengan
kenyataan atau tidak. Selain itu, guru juga dapat menggunakan pesan-pesan iklan
untuk dianalisis.
Guru dapat mengintegrasikan
program-program populer tentang ilmu pengetahuan alam ke dalam kurikulum formal
sekolah. Misalnya program televisi Galileo, untuk membahas mata pelajaran
fisika, matematika dan biologi. Siswa bisa juga dimotivasi untuk memperhatikan
isu-isu terkait dengan mata pelajaran yang ditayangakan melalui berita televisi
seperti isu wabah flu burung. Dalam pelajaran biologi, guru dan siswa dapat
berdiskusi mengenai apa itu flu burung. Guru dapat menanyakan pendapat siswa
mengenai hal-hal tersebut.
·
Ilmu-ilmu sosial dan pendidikan politik
Guru dapat mengajak siswa untuk
membandingkan representasi media dengan infromasi-informasi yang didapat dari
buku-buku pelajaran dan yang dipelajari di kelas. Misalnya, siswa diminta
menjelaskan bagaimana televisi menggambarkan orang kulit hitam, orang Tionghoa
dan kelompok-kelompok minoritas lainnya dalam masyarakat. Siswa dimintai
pendapatnya mengenai norma-norma dan budaya masyarakat yang ditampilkan dalan
sinetron-sinetron. Untuk topik yang lebih serius, misalnya, guru menanyakan
pandangan siswa mengenai teroris yang dikaitkan dengan islam, peran media dalam
pemilihan umum, kampanye-kampanye politik di televisi dan masih banyak lagi.
·
Bahasa dan sastra
Guru dapat mengajak siswa untuk
menganalisis penggunaan bahasa dalam media. Siswa diminta untuk berpendapat
tentang penggunaan bahasa gaul dalam sinetron-sinetron dan contoh penggunaan
bahasa tidak baku lainnya. Beberapa selebritis terkadang berbicara dalam bahasa
Indonesia yang diselingi bahasa Inggris. Tanyakan kepada siswa, menurut mereka
mengapa selebritis-selebritis tersebut berbicara seperti itu. Selain itu, siswa
juga bisa didorong untuk menganalisis tag-line dari iklan. Guru
menanyakan apa tag-linefavorit siswa dan mengapa siswa memilih itu.
Film-film atau sinteron yang diangkat dari cerita-cerita rakyat juga dapat
dijadikan bahan analisis.
Di Indonesia, Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) yang berlaku saat ini memberikan peluang untuk pendidikan
melek media masuk ke dalam kurikulum, karena KTSP memiliki sub-komponen yang
mendukung, yaitu mata pelajaran dan pendidikan kecakapan hidup. Pendidikan
melek media dapat dijadikan satu mata pelajaran sendiri, karena struktur
kurikulum tingkat sekolah dapat dikembangkan dengan cara memanfaatkan jam
tambahan untuk menambah jam pembelajaran pada mata pelajaran tertentu atau
menambah mata pelajaran baru. Pada komponen pendidikan kecakapan diri,
pendidikan melek media tidak menjadi satu mata pelajaran tersendiri, tetapi
substansinya menjadi bagian integral dalam beberapa mata pelajaran yang
memungkinkan.
Selain itu, pelaksanaan pendidikan melek
media dapat disesuaikan dengan kondisi sekolah masing-masing. Hal ini sejalan
dengan karakteristik KTSP yang memberikan keleluasaan bagi guru dan sekolah
untuk mengembangkan satuan sendiri yang disesuaikan dengan keadaan siswa, keadaan
sekolah, dan keadaan lingkungan. Sekolah bersama dengan komite sekolah dapat
bersama-sama merumuskan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan, situasi, dan
kondisi lingkungan sekolah.
Idealnya pendidikan melek media menjadi
satu subjek pelajaran tersendiri. Hal tersebut dilakukan agar transfer
pendidikan melek media dapat lebih optimal dan guru dapat lebih mudah memantau
perkembangan siswa tentang pemahaman melek media. Untuk jangka pendek
pendidikan melek media dapat di integrasikan ke dalam beberapa mata pelajaran.
Pendidikan melek media dapat diajarkan secara bertahap, sehingga dalam jangka
panjang masyarakat semakin mengerti konsep melek media dan urgensinya.
Pendidikan melek media merupakan
pendidikan kecakapan hidup, sehingga penerapannya sangat praktis untuk
dilakukan. Pendidikan melek media memiliki nilai lebih, karena pendidikan ini
menempatkan anak didik sebagai subjek. Hal tersebut membuat perkembangan emosi,
pola pikir, karakter, serta perilaku anak didik lebih terkontrol, karena anak
didik dibekali dengan kemampuan untuk memilih dan memaknai pesan media,
sehingga anak didik bukan lagi sebagai imitator media. Hal tersebut menunjukan
bahwa pendidikan melek media tidak hanya mencakup kemampuan kognitif, tetapi
juga membangun daya analisis, membuat anak didik dapat menyikapi apa yang
terjadi di luar dirinya.
Pembelajaran melek media memiliki
peluang yang besar untuk dikembangkan, mengingat perkembangan media yang begitu
pesat tidak diikuti dengan kecakapan dalam mengkonsumsinya. Selain itu juga karena
telah tersedianya sumber informasi mengenai melek media. Sumber informasi
tersebut dapat digunakan sebagai referensi untuk mengaplikasikan pendidikan
melek media. Memang pendidikan melek media membutuhkan alat bantu, tetapi tidak harus
menggunakan alat bantu yang mahal, sekolah dapat menggunakan alat bantu yang
murah, seperti gambar, poster, majalah, koran, dan alat bantu lainnya.
Pembelajaran melek media dapat terhambat apabila
tidak ada sinergi antara pendidikan di sekolah dan di rumah. Oleh karena itu
komitmen orangtua dalam memberikan pengawasan terhadap anak didik ketika
mengakses media sangat dibutuhkan.
KESIMPULAN
Perkembangan
media televisi dan radio saat ini sangat berkembang pesat, sehingga dapat
memberikan keuntungan sekaligus kerugian bagi masyarakat. Keuntungan dari
medianya adalah muatan edukasi dalam tayangan televisi akan semakin mudah di
cerna oleh para penonton, baik anak-anak
maupun orang dewasa, karena menggunakan kombinasi audio dan visualisasi. Adapun
kerugiannya bagi masyarakat yaitu dengan adanya tayangan di televisi akan membuat
anak jadi betah di depan layar televisi, mereka menjadi kurang bersosialisasi
dengan teman sebayanya. Tidak hanya itu, tayangan yang berbau kekerasan dan
pornografi juga akan mempengaruhi pergaulan anak-anak dan remaja dalam
lingkungan masyarakat.
Orang tua dan guru merupakan pihak yang
paling dekat dengan anak. Anak seumuran SD bahkan lebih sering patuh kepada
gurunya bila dinasihati. Oleh karena itu, guru dapat menyisipkan materi
literasi media saat mengajar di kelas dengan model penayangan audio visual dan
dialog kepada murid.
SARAN
Diharapkan orangtua dan guru dapat memberikan
pemahaman kepada anak bahwa tontonan itu hanya hiburan saja, tidak perlu
ditiru. Adegan di film dibuat agar seru dan menegangkan agar penonton tidak
bosan. Masyarakat pun hendaknya mulai
membangun self sensor awareness, terhadap
tayangan televisi dan media lainnya. Orangtua harus mulai membuat peraturan
mengenai kapan dan berapa lama anak-anak boleh mengakses media dan materi apa
yang boleh diakses. Sebisa mungkin, orangtua juga diharapkan untuk mendampingi
anak-anaknya ketika menonton televisi dan memberikan penjelasan mengenai isi
acara yang ditonton.
DAFTAR RUJUKAN
Khumaeroh.
2013. Pengaruh Media Terhadap
Perkembangan Pendidikan Anak. http://www.sdmuhammadiyah09.sch.id/2013/05/pengaruh-media-terhadap-perkembangan_3434.html.
Diakses pada 20 November 2016
Akrom,
Mahmud. 2016. Pentingnya Pendidikan
Literasi Media. http://lpmplampung.kemdikbud.go.id/web/opini/detail/1/pentingnya-pendidikan-literasi-media-oleh-mahmud-akrom.
Diakses pada 21 November 2016
Stellarosa,
Yolanda. 2015. Literasi Media Internet
Dikalangan Mahasiswa. Jurnal Online Ilmu Komunikasi, STIKOM .http://research
dashboard.binus.ac.id/uploads/paper/document/publication/Proceeding/Humaniora/Vol%206%20No%204%20Oktober%202015/05_LSPR_Gracia%20dkk_Literasi%20Media_a2t.pdf.
Diakses pada 21 November 2016
Rahmi,
Amelia. 2013. Pengenalan Literasi Media
pada Anak Usia Sekolah Dasar. Jurnal Online Studi Gender dan Anak. http://journal.walisongo.ac.id/index.php/sawwa/article/view/656.
Diakses pada 03 Desember 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar