Senin, 05 Desember 2016

pengenalan literasi media pada anak usia sekolah dasar



Floriana I Jehadut
D3 Perpustakaan Fakultas Sastra
Universitas Negeri Malang

Abstrak
Kehadiran media massa saat ini telah membawa banyak perubahan besar dalam kehidupan masyarakat sekarang ini, termasuk anak usia sekolah dasar. Hal ini disebabkan karena daya tarik media yang begitu kuat serta programnya yang terencana dengan kombinasi audio visual yang sangat menarik. Di dalam kompetensi ketat ini, membuat media massa saling berebutan pemirsa. Literasi media yang dikembangkan dalam masyarakat bertujuan agar masyarakat bisa melek informasi. Dengan adanya literasi media, mengajarkan anak-anak usia sekolah dasar untuk meniru, tanpa mengkritisnya terlebih dahulu. Disinilah peran guru dan orangtua dibutuhkan. Untuk itu guru perlu meyisipkan materi literasi media sat mengajar di kelas.
Kata kunci: Lliterasi media, anak sekolah dasar.


Perkembangan media televisi dan radio saat ini sangat berkembang pesat, sehingga dapat memberikan keuntungan sekaligus kerugian bagi masyarakat. Keuntungan
dari medianya adalah muatan edukasi dalam tayangan televisi akan semakin mudah di cerna oleh para  penonton, baik anak-anak maupun orang dewasa, karena menggunakan kombinasi audio dan visualisasi. Selain itu, perkembangan industri yang sangat besar juga membutuhkan tenaga kerja yang besar pula. Adapun kerugiannya bagi masyarakat yaitu dengan adanya tayangan di televisi akan membuat anak jadi betah di depan layar televisi, mereka menjadi kurang bersosialisasi dengan teman sebayanya. Tidak hanya itu, tayangan yang berbau kekerasan dan pornografi juga akan mempengaruhi pergaulan anak-anak dan remaja dalam lingkungan masyarakat.
Hidup di tengah derasnya perkembangan teknologi pada dasarnya akan membuat orangtua harus waspada dalam menjaga anaknya. Orangtua harus memberikan penguatan pada anak-anak melalui sebuah upaya memahami media yang baik yaitu melalui literasi media. Dalam konteks ini, pendidikan media mencapai melek media dapat dipandang sebagai salah satu upaya untuk memberikan kekuatan dan titik acuan intelektual yang di perlukan untuk memahami dunia sekitarnya. Dalam kaitannya dengan literasi media, konsep pendidikan ini mempersiapkan masyarakat untuk bisa hidup dalam dunia sesak-media. Kemudahan mengakses informasi tidak banyak artinya bila kemudian tidak diimbangi dengan literasi media. Persiapan itu diperlukan karena media massa bukan hanya melaporkan apa yang terjadi melainkan juga mempengaruhi khalayaknya. Literasi media merupakan upaya pembelajaran bagi khalayak media sehingga menjadi khalayak yang berdaya hidup di tengah dunia yang disebut dunia sesak-media (Iriantara, 2009).
Kehadiran media massa telah memberikan banyak perubahan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan cara kita beragama atau mengamalkan ajaran agama yang kita anut. Seluruh lapisan masyarakat, tidak pandang usia apakah remaja, orang tua ataukah masih anak-anak juga terkena perubahan. Hal ini disebabkan oleh daya tarik media yang begitu kuat pada setiap lapisan masyarakat tersebut. Berbagai program acara dirancang dan dikemas dengan tujuan utama untuk menghibur serta menyebarkan informasi. Perubahan pada anak-anak perlu perhatian yang lebih besar, mengingat anak seusia sekolah dasar maupun di bawahnya masih sangat polos, mereka belum bisa menyaring informasi secara lebih kritis dari media. Mereka lebih meniru apa yang mereka tonton dari media yang mereka lihat. Padahal, sesungguhnya realitas yang disajikan media massa (televisi, film, internet, dll) sudah di rekayasa.
Realitas yang ditampilkan media yang disampaikan oleh Jalaluddin Rahmat  merupakan realitas yang sudah diseleksi-realitas tangan-kedua (second hand reality). Sebagai contohnya dalam masyarakat adalah televisi, dalam memilih tokoh-tokoh tertentu untuk ditampilkan telah “mengesampingkan’’ tokoh yang lain. Dari sistem kerja media seperti itu maka kita cenderung memperoleh informasi itu semata-mata berdasarkan pada apa yang dilaporkan oleh media. Sebagai contoh, kebanyakan orang membentuk citra tentang lingkungan sosial masyarakat berdasarkan pada realitas kedua (yang ditampilkan oleh media massa). Karena televisi swasta kita terlalu sering menyajikan kekerasan, penonton cenderung memandang dunia ini lebih keras, tidak aman dan lebih mengerikan. Oleh karena itu, dibutuhkan adanya pendampingan dari orang yang lebih dewasa untuk “meluruskan” pesan muatan program televisi dan film yang tidak mendidik dan atau kurang mengembangkan pembentukan karakter pribadi yang positif. Di sinilah letak pentingnya orang tua dan guru dalam menjelaskan realitas sebagaimana telah direkayasa oleh media.

PENGERTIAN LITERASI MEDIA
Pemahaman literasi media secara tradisional diartikan sebagai suatu kemampuan untuk mengakses, menganalisis, dan menciptakan (Silverblatt, 2007). Menurut Brown (1998) literasi media adalah kemampuan untuk menganalisis dan menghargai karya-karya sastra, dan untuk berkomunikasi efektif melalui tulisan yang baik. Ferrington (2006) menjelaskan pemahaman literasi media pada tahun tujuh puluhan diperluas mencakup kemampuan untuk membaca teks film, televisi, dan media visual karena studi tentang pendidikan media dimulai dengan mengikuti pengembangan area media. Adapun  menurut Hobbs (1996), literasi media adalah proses mengakses, menganalisis secara kritis pesan media dan menciptakan pesan dengan menggunakan alat media. Sedangkan Rubin (1998) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan literasi media adalah pemahaman sumber, teknologi komunikasi, kode yang digunakan, pesan yang dihasilkan, seleksi, interpretasi dan dampak dari pesan tersebut.
Dengan adanya perkembangan teknologi saat ini, akan mucul berbagai masalah yang akan di hadapi masyarakat. Masalah-masalah tersebut diantaranya: tayangan (atau bacaan) yang diskriminatif terhadap ras, gender, dan agama, termasuk masalah anak dan hak asasi manusia yang terabaikan. Efeknya bagi publik adalah ketidak-berimbangan informasi dan pendidikan mengenai kemanusiaan, tidak ada rasa peduli pada lingkungan. Informasi yang didapat publik dari industri media sudah didominasi kepentingan komersil sehingga menjadi “tidak ramah publik”. Implikasi permainan pemilik modal industri pada akhirnya membuat publik tidak mempunyai ruang untuk berpartisipasi dan mencari informasi yang benar-benar mereka butuhkan.
Seiring dengan berjalannnya waktu, arus perkembangan informasi semakin mudah untuk di sebarkan. Begitu pula dengan teknologi yang menyebarluaskan informasi ke masyarakat. Dengan adanya perkembangan teknologi saat ini, masyarakat sebagai sasaran atau target  penyediaan informasi tentu akan mendapatkan keuntungan.  Kategori informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat memang beragam. Dengan demikian tidaklah mudah bagi media untuk memberi sajian informasi/hiburan yang bisa memuaskan seluruh pelanggannya. Sebab definisi kebutuhan ini tidaklah sama antara pemirsa satu dengan lainnya. Namun setidaknya perlu diketahui bahwa setiap media penyiaran pasti memiliki segmentasi tertentu. Oleh karena itu, merekalah yang harus menjadi fokus pelayanan media. Kebutuhan kelompok inilah yang perlu dipahami, termasuk tren perubahan gaya hidup mereka.

TUJUAN LITERASI MEDIA
Literasi media mempunyai tujuan yaitu untuk  mengajak khalayak dan pengguna untuk menganalisis pesan yang disampaikan media massa, mempertimbangkan tujuan komersial dan politik dibalik suatu citra atau pesan media, dan meneliti siapa yang bertanggung jawab atas pesan atau ide tersebut. Oleh sebab itu, kita harus pandai-pandai memilih media mana yang benar-benar netral untuk dapat kita jadikan sebagai panduan dalam mencari informasi.
Literasi media juga mempunyai tujuan lain, diantaranya: (a) membantu konsumen agar memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang isi media, (b) melindungi konsumen yang lemah terhadap dampak media penetrasi budaya baru, (c) menghasilkan masyarakat yang “well informed” serta dapat membuat penilaian terhadap content media berdasarkan pengetahuan dan pemahaman mereka terhadap media yang bersangkutan. (Eadie, 2009:564).
Selain itu, media literasi juga mempunyai tujuan untuk anak-anak yaitu dengan bisa membaca dan menulis, anak dapat mengetahui perkembangan tentang media tersebut. Anak dapat mengkritisi media,  namun tidak sembarangan dalam menentukan media untuk dipilihnya dan meniru tanpa ada alasan dan bukti yang membenarkan media tersebut. Jadi anak-anak harus dapat membaca dan menulis terlebih dahulu untuk bekalnya dalam mengkritisi media yang beragam. Sehingga anak dapat memfilter apakah media tersebut layak untuk dikonsumsi atau tidak.


DAMPAK MEDIA MASSA BAGI ANAK SEKOLAH DASAR
Perkembangan teknologi yang semakin pesat akan membawa dampak bagi masyarakat. Salah satu dampak dari kemajuan teknologi adalah semakin beragamnya produk-produk elektronik baru yang terjangkau oleh masyarakat terutama kalangan menengah ke atas. Bukan hanya itu, tayangan televisi juga sangat mempengaruhi sikap anak-anak. Tayangan televisi yang monoton dan tidak menarik membuat orang terutama anak-anak tidak tahan lama-lama di depan televisi. Maraknya acara televisi yang menarik dan berbagai permainan video game yang seru membuat anak lupa dengan waktu dan kurang beraktivitas, akibatnya keterampilan serta kreativitas anak berkurang dan terampas.
Banyak orang tua yang lebih melonggarkan penggunaan media-media ini pada saat liburan akhir pekan. Sebuah data menunjukkan, bahwa durasi nonton TV bagi anak-anak saat liburan akan lebih lama dibandingkan hari biasa. Menurut Nina Mutmainah, anak-anak itu paling gampang untuk mengimitasi isi atau konten media. Apabila yang dicontoh dan ditiru merupakan tayangan yang mendidik, meningkatkan kepedulian sosial, atau meningkatkan kepatuhan pada orang tua dan kesadaran beragama. Misalnya, tentu ini akan sangat positif bagi perkembangan kepribadian dan sosial keagamaan anak. Namun jika yang ditiru adalah tayangan kekerasan, konsumerisme, free sex atau budaya barat yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia yang santun dan beradab, maka banyak orangtua yang merasa risau terhadap anak-anaknya.
Beberapa fakta yang perlu kita pahami berkaitan dengan TV adalah kebanyakan acara TV meletakkan belahan otak kiri dan kanan ke dalam gelombang alpha yang akan mempengaruhi fungsi, merusak keseimbangan dan interaksi antara belahan otak kiri dan kanan. Sumber cahaya yang terpancar dan bergetar diduga ada kaitannya dengan meningkatnya aktivitas gelombang alpha tersebut (Johnson, 2000). Intensitas kebisingan berpengaruh terhadap memori jangka pendek, kemampuan membaca dan konsentrasi (Bhinnety, dkk., 1997; Cohen dkk, 1973, Moran dan Loeb dalam Saez & Stephens, 1986).
Munculnya berbagai dampak tersebut, pada umumnya dapat dilihat sebagai akibat dari kurangnya pemahaman orangtua dalam mengatur dan menjembatani interaksi anak dengan televisi. Dalam berbagai kesempatan pertemuan dengan orangtua dan guru, mereka merasa tidak berdaya dalam menghadapi persoalan ini. Mereka lebih meletakkan harapan pada peran pemerintah dan industri penyiaran televisi agar mendisain ulang program siaran mereka yang sesuai dengan nilai-nilai dan budaya Indonesia sehingga tidak berpengaruh buruk pada anak-anak. Sikap ketidakberdayaan inilah yang harus dikikis dengan memberikan penyadaran bahwa kuncinya bukanlah pada orang lain atau pihak lain, tetapi ada pada orangtua dan anak itu sendiri. Karena, baik pemerintah maupun industri penyiaran televisi adalah dua pihak yang pada saat ini tidak bisa diharapkan dan tidak akan mampu memenuhi harapan para orangtua.
Untuk mengantisipasi dampak-dampak negatif buruk dari televisi tentunya tidak dapat didiamkan begitu saja. Dibutuhkan sebuah kemampuan untuk menyikapi media ini dengan bijaksana. Tapi bagaimana mungkin masyarakat dapat bersikap kritis terhadap media jika masyarakat tidak diajarkan bagaimana caranya. Hal ini juga menjadi salah satu kelemahan kurikulum pendidikan di Indonesia. Pendidikan mengenai media hampir terlupakan. Agenda pendidikan media sama sekali belum diperhitungkan oleh penyelenggara negara, khususnya pemegang otoritas pendidikan. Padahal media memiliki kekuatan untuk menjalankan hidden curriculum (kurikulum terselubung) baik yang konstruktif maupun destruktif.

CARA PENGENALAN LITERASI MEDIA PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR
Berdasarkan adanya dampak di atas, maka di dalam suatau masyarakat di perlukan suatua cara untuk mengenalkan literasi media pada anak usia sekolah dasar. Salah satu cara yang digunakan adalah melalui pendidikan melek media dan kurikulum sekolah dasar.
Pendidikan Melek Media dan Kurikulum Sekolah Dasar
Pendidikan melek media dan kurikulum sekolah dasar merupakan yayasan kesejahteraan anak Indonesia dan yayasan ini mulai mencoba program melek media pada tahun 2002. Sebelum melaksanakan model pertama ini, yayasan ini melakukan pelatihan terhadap para guru yang nantinya akan mengajarkan materi ini. Pelatihan tersebut bertujuan untuk mempersiapkan guru, agar dapat maksimal dalam mengajarkan pendidikan melek media terhadap anak didik. Selain itu, agar proses pendidikan melek media di sekolah dapat berjalan seiring dengan pendidikan di rumah, diadakan seminar bagi orangtua murid tentang pendidikan melek media. Seminar tersebut bermaksud untuk menyampaikan pentingnya pendidikan melek media diajarkan di sekolah dan di rumah. Melalui hal tersebut diharapkan kerjasama dan dukungan orangtua.
Titik berat materi pembelajaran melek media ditekankan pada media televisi mengingat media ini paling banyak diakses oleh anak-anak. Pokok bahasan yang diajarkan adalah: (1) mengapa melek media penting, (2) jenis-jenis acara televisi, (3) fungsi dan pengaruh iklan, (4) karakteristik televisi, (5) dampak menonton televisi, (6) menonton televisi dan kegiatan lain, (7) memilih acara televisi yang baik, dan (8) televisi sebagai sumber belajar.
Setelah siswa mendapatkan pembelajaran mengenai melek media dengan fokus pada televisi (bagaimana berinteraksi dengan televisi secara kritis), maka diharapkan para siswa dapat memahami dan mengapresiasi program yang ditonton, menyelesaikan jenis acara yang ditonton, tidak mudah terkena dampak negatif acara televisi, dapat mengambil manfaat dari acara yang ditonton, dan pembatasan jumlah jam menonton.
Dengan adanya supervisi selama pelatihan guru, kerangka berpikir ini dapat dijadikan pedoman oleh guru dalam menyusun materi pelajaran agar dapat diterapkan dalam setiap kelas di sekolah dasar dengan kedalaman materi dan cara yang berbeda-beda, disesuaikan dengan kondisi dan situasi sekolah masing-masing. Pelajaran melek media di sekolah ini dilaksanakan dua minggu sekali, dalam satu jam pelajaran dengan durasi waktu 30 menit. Materi-materi yang disampaikan meliputi pengenalan akan berbagai media hingga bagaimana membangun daya kritis siswa dalam menggunakan media. Model yang kedua dalam mengajarkan pembelajaran melek media adalah dengan mengintegrasikan pendidikan melek media ke beberapa mata pelajaran. Untuk mewujudkan model ini, Len Masterman dalam tulisannya yang berjudul A Rationale for Media Education, (Dealam, Silalahi, 2007) menawarkan beberapa cara sederhana, yaitu:

·           Sejarah
            Guru dapat mengajarkan melek media dengan cara mengajak siswa untuk menilai secara kritis bukti-bukti sejarah yang ditampilkan melalui media. Bila berbicara dalam konteks televisi, maka sarana yang dapat dipakai adalah film-film bertemakan sejarah. Contoh yang paling sederhana adalah membahas film G30 S/PKI yang ditayangkan di televisi setiap peringatan Hari Kesaktian Pancasila. Siswa diajak untuk melihat atau menbandingkan bukti-bukti sejarah, kronologi peristiwa, dan hal-hal lain yang mereka pelajari di kelas dengan apa yang ditampilkan oleh film tersebut.
·           Ilmu pengetahuan alam
            Guru dapat mengajak siswa untuk menilai gambaran, citra, fungsi dan status dari ilmu pengetahuan alam dan ilmuwan yang ditampilkan di media. Contohnya, ilmuwan sering digambarkan sebagai orang yang aneh karena terlalu pintar, kurang bersosialisasi karena terus-menerus berada di laboratorium, berkepala botak, dan berkacamata tebal. Guru dapat meminta penilaian siswa apakah siswa setuju dengan penggambaran tersebut atau tidak. Apakah menurut siswa penggambaran tersebut sesuai dengan kenyataan atau tidak. Selain itu, guru juga dapat menggunakan pesan-pesan iklan untuk dianalisis.
            Guru dapat mengintegrasikan program-program populer tentang ilmu pengetahuan alam ke dalam kurikulum formal sekolah. Misalnya program televisi Galileo, untuk membahas mata pelajaran fisika, matematika dan biologi. Siswa bisa juga dimotivasi untuk memperhatikan isu-isu terkait dengan mata pelajaran yang ditayangakan melalui berita televisi seperti isu wabah flu burung. Dalam pelajaran biologi, guru dan siswa dapat berdiskusi mengenai apa itu flu burung. Guru dapat menanyakan pendapat siswa mengenai hal-hal tersebut.
·           Ilmu-ilmu sosial dan pendidikan politik
Guru dapat mengajak siswa untuk membandingkan representasi media dengan infromasi-informasi yang didapat dari buku-buku pelajaran dan yang dipelajari di kelas. Misalnya, siswa diminta menjelaskan bagaimana televisi menggambarkan orang kulit hitam, orang Tionghoa dan kelompok-kelompok minoritas lainnya dalam masyarakat. Siswa dimintai pendapatnya mengenai norma-norma dan budaya masyarakat yang ditampilkan dalan sinetron-sinetron. Untuk topik yang lebih serius, misalnya, guru menanyakan pandangan siswa mengenai teroris yang dikaitkan dengan islam, peran media dalam pemilihan umum, kampanye-kampanye politik di televisi dan masih banyak lagi.
·           Bahasa dan sastra
Guru dapat mengajak siswa untuk menganalisis penggunaan bahasa dalam media. Siswa diminta untuk berpendapat tentang penggunaan bahasa gaul dalam sinetron-sinetron dan contoh penggunaan bahasa tidak baku lainnya. Beberapa selebritis terkadang berbicara dalam bahasa Indonesia yang diselingi bahasa Inggris. Tanyakan kepada siswa, menurut mereka mengapa selebritis-selebritis tersebut berbicara seperti itu. Selain itu, siswa juga bisa didorong untuk menganalisis tag-line dari iklan. Guru menanyakan apa tag-linefavorit siswa dan mengapa siswa memilih itu. Film-film atau sinteron yang diangkat dari cerita-cerita rakyat juga dapat dijadikan bahan analisis.
Di Indonesia, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang berlaku saat ini memberikan peluang untuk pendidikan melek media masuk ke dalam kurikulum, karena KTSP memiliki sub-komponen yang mendukung, yaitu mata pelajaran dan pendidikan kecakapan hidup. Pendidikan melek media dapat dijadikan satu mata pelajaran sendiri, karena struktur kurikulum tingkat sekolah dapat dikembangkan dengan cara memanfaatkan jam tambahan untuk menambah jam pembelajaran pada mata pelajaran tertentu atau menambah mata pelajaran baru. Pada komponen pendidikan kecakapan diri, pendidikan melek media tidak menjadi satu mata pelajaran tersendiri, tetapi substansinya menjadi bagian integral dalam beberapa mata pelajaran yang memungkinkan.
Selain itu, pelaksanaan pendidikan melek media dapat disesuaikan dengan kondisi sekolah masing-masing. Hal ini sejalan dengan karakteristik KTSP yang memberikan keleluasaan bagi guru dan sekolah untuk mengembangkan satuan sendiri yang disesuaikan dengan keadaan siswa, keadaan sekolah, dan keadaan lingkungan. Sekolah bersama dengan komite sekolah dapat bersama-sama merumuskan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan, situasi, dan kondisi lingkungan sekolah.
Idealnya pendidikan melek media menjadi satu subjek pelajaran tersendiri. Hal tersebut dilakukan agar transfer pendidikan melek media dapat lebih optimal dan guru dapat lebih mudah memantau perkembangan siswa tentang pemahaman melek media. Untuk jangka pendek pendidikan melek media dapat di integrasikan ke dalam beberapa mata pelajaran. Pendidikan melek media dapat diajarkan secara bertahap, sehingga dalam jangka panjang masyarakat semakin mengerti konsep melek media dan urgensinya.
Pendidikan melek media merupakan pendidikan kecakapan hidup, sehingga penerapannya sangat praktis untuk dilakukan. Pendidikan melek media memiliki nilai lebih, karena pendidikan ini menempatkan anak didik sebagai subjek. Hal tersebut membuat perkembangan emosi, pola pikir, karakter, serta perilaku anak didik lebih terkontrol, karena anak didik dibekali dengan kemampuan untuk memilih dan memaknai pesan media, sehingga anak didik bukan lagi sebagai imitator media. Hal tersebut menunjukan bahwa pendidikan melek media tidak hanya mencakup kemampuan kognitif, tetapi juga membangun daya analisis, membuat anak didik dapat menyikapi apa yang terjadi di luar dirinya.
Pembelajaran melek media memiliki peluang yang besar untuk dikembangkan, mengingat perkembangan media yang begitu pesat tidak diikuti dengan kecakapan dalam mengkonsumsinya. Selain itu juga karena telah tersedianya sumber informasi mengenai melek media. Sumber informasi tersebut dapat digunakan sebagai referensi untuk mengaplikasikan pendidikan melek media. Memang pendidikan melek media membutuhkan alat bantu, tetapi tidak harus menggunakan alat bantu yang mahal, sekolah dapat menggunakan alat bantu yang murah, seperti gambar, poster, majalah, koran, dan alat bantu lainnya. Pembelajaran melek media dapat terhambat apabila tidak ada sinergi antara pendidikan di sekolah dan di rumah. Oleh karena itu komitmen orangtua dalam memberikan pengawasan terhadap anak didik ketika mengakses media sangat dibutuhkan.





KESIMPULAN
Perkembangan media televisi dan radio saat ini sangat berkembang pesat, sehingga dapat memberikan keuntungan sekaligus kerugian bagi masyarakat. Keuntungan dari medianya adalah muatan edukasi dalam tayangan televisi akan semakin mudah di cerna oleh para  penonton, baik anak-anak maupun orang dewasa, karena menggunakan kombinasi audio dan visualisasi. Adapun kerugiannya bagi masyarakat yaitu dengan adanya tayangan di televisi akan membuat anak jadi betah di depan layar televisi, mereka menjadi kurang bersosialisasi dengan teman sebayanya. Tidak hanya itu, tayangan yang berbau kekerasan dan pornografi juga akan mempengaruhi pergaulan anak-anak dan remaja dalam lingkungan masyarakat.
Orang tua dan guru merupakan pihak yang paling dekat dengan anak. Anak seumuran SD bahkan lebih sering patuh kepada gurunya bila dinasihati. Oleh karena itu, guru dapat menyisipkan materi literasi media saat mengajar di kelas dengan model penayangan audio visual dan dialog kepada murid.

SARAN
Diharapkan orangtua dan guru dapat memberikan pemahaman kepada anak bahwa tontonan itu hanya hiburan saja, tidak perlu ditiru. Adegan di film dibuat agar seru dan menegangkan agar penonton tidak bosan. Masyarakat pun  hendaknya mulai membangun self sensor awareness, terhadap tayangan televisi dan media lainnya. Orangtua harus mulai membuat peraturan mengenai kapan dan berapa lama anak-anak boleh mengakses media dan materi apa yang boleh diakses. Sebisa mungkin, orangtua juga diharapkan untuk mendampingi anak-anaknya ketika menonton televisi dan memberikan penjelasan mengenai isi acara yang ditonton. 


DAFTAR RUJUKAN

Khumaeroh. 2013. Pengaruh Media Terhadap Perkembangan Pendidikan Anak. http://www.sdmuhammadiyah09.sch.id/2013/05/pengaruh-media-terhadap-perkembangan_3434.html. Diakses pada 20 November 2016
Akrom, Mahmud. 2016. Pentingnya Pendidikan Literasi Media. http://lpmplampung.kemdikbud.go.id/web/opini/detail/1/pentingnya-pendidikan-literasi-media-oleh-mahmud-akrom. Diakses pada 21 November 2016
Stellarosa, Yolanda. 2015. Literasi Media Internet Dikalangan Mahasiswa. Jurnal Online Ilmu Komunikasi, STIKOM .http://research dashboard.binus.ac.id/uploads/paper/document/publication/Proceeding/Humaniora/Vol%206%20No%204%20Oktober%202015/05_LSPR_Gracia%20dkk_Literasi%20Media_a2t.pdf. Diakses pada 21 November 2016

Rahmi, Amelia. 2013. Pengenalan Literasi Media pada Anak Usia Sekolah Dasar. Jurnal Online Studi Gender dan Anak. http://journal.walisongo.ac.id/index.php/sawwa/article/view/656. Diakses pada 03 Desember 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar