1.
BATAVIAASCH GENOOTSCHAP VAN KUSTEN EN WETENSCHAPPEN
Perpustakaan ini didirikan pada 24 April 1778, semasa
Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC). Bataviaasch Genootschap van Kunsten
en Wetenschappen berdiri atas prakarsa Mr J.C.M. Rademaker, ketua Raad van
Indie. Organisasi tersebut mengandalkan sumbangan dermawan serta bantuan
keuangan dari Raad van Indie.
Ketika VOC bubar tahun 1799, Bataviaasch Genootschap van
Kunsten en
gubernemen. Perpustakaan
Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen mengeluarkan katalog buku
yang pertama di Indonesia dengan judul Bibliotecae Artiumcientiarumquae Batavia
Floret Catalogue Systematicus, hasil suntingan P. Bleeker. Edisi kedua terbit
tahun 1848 dengan judul dalam bahasa Belanda.
Karena dianggap berhasil dalam memajukan ilmu pengetahuan,
khususnya bahasa, ilmu bumi dan antropologi di Hindia Belanda, dan mampu
menerbitkan Verhandelingen van het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en
Wetenschappen serta Tijdschrift voor Indische Taal-, Land-en Volkenkunde
secara teratur, maka pada tahun 1924 nama perhimpunan tersebut mendapat
tambahan Koninklijk, sehingga menjadi Koninklijk Bataviaasch Genootschap van
Kunsten en Wetenschappen. Perpustakaan Bataviaasch Genootschap van Kunsten en
Wetenschappen merupakan perpustakaan khusus karena koleksinya bersifat khusus
serta pemakainya terbatas pada peneliti.
2.
BIBLIOTHEEK’S LANDS PLANTENTUIN TE BUITENZORG
Bibliotheek’s Lands Plantentuin te Buitenzorg
didirikan pada tahun 1842. Pendiriannya
diawali adanya sistem tanam paksa oleh pemerintah Belanda. Dimana pada saat itu
muncul perkebunan dan balai penelitian bidang pertanian. Sistem Tanam Paksa
secara tidak langsung mendorong pendirian perpustakaan penelitian bidang
pertanian serta tumbuhnya majalah pertanian di Indonesia, yaitu BIBLIOTHEEK’S
LANDS PLANTENTUIN TE BUITENZORG. Pada tahun 1911 namanya diubah menjadi Centra
Natuurwetenschappelijke Bibliotheek van het Departement van Landbouw,
Nijverheid en Handel. Nama tersebut kemudian diubah lagi menjadi Biblioteca Bogoriensis.
3.
VOLKSBIBLIOTHEEK ( PERPUSTAKAAN SEKOLAH RAKYAT)
Dalam kaitannya dengan edukasi sebagai bentuk balasan budi (
hutang budi) pemerintah Belanda terhadap rakyat indonesia, pemerintah Hindia
Belanda mendirikan sekolah bagi pribumi yang dinamakan volkschool (sekolah
rakyat), yang menerima tamatan sekolah rendah angka dua (ongko loro).
Perpustakaan pada volkschool disebut Volksbibliotheek dengan koleksi dipasok
oleh Volkslectuur (kelak berubah menjadi Balai Pustaka).
Volksbibliotheek melayani bacaan bagi guru, murid dan
penduduk sekitar sekolah. Pelayanan untuk penduduk sekitar ini merupakan
langkah maju karena dengan demikian perpustakaan sekolah sudah terlibat dalam
kegiatan komunitas, sesuatu yang baru dilancarkan UNESCO enam puluh tahun
kemudian. Murid dan guru tidak dipungut bayaran , sedangkan komunitas setempat
harus membayar 2,5 sen untuk dua buku yang dipinjam selama dua minggu. Karena
volkschool berada di bawah wewenang Kantor Pendidikan, maka secara berkala
inspektur sekolah memeriksa perpustakaan yang mencakup inventaris peprustakaan
serta data peminjaman.
Untuk Volksbibliotheek Jawa artinya volkschool yang berada
di lingkungan etnik Jawa, pemerintah Hindia Belanda menyediakan 417 judul buku
berbahasa Jawa serta 282 buku berbahasa Melayu. Untuk Volksbibliotheek Sunda,
pemerintah Hindia Belanda menyediakan 291 judul buku berbahasa Sunda serta 282
buku berbahasa Melayu. Untuk Volksbibliotheek Madura disediakan 67 judul buku
dalam bahasa Madura serta 282 judul dalam bahasa melayu,. Untuk Volksbibliotheek
Melayu, setiap perpustakaan sekolah memperoleh 328 judul buku berbahasa melayu.
4.
PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS
Pemerintah Hindia Belanda tidak pernah mendirikan
universitas dalam arti
sesungguhnya.
Yang mereka dirikan ialah semacam sekolah tinggi. Justru yang pertama kali
berdiri ialah Technische Hoogeschool yang didirikan pada tahun 1918 dan
kemudian resmi menjadi sekolah tinggi pada tahun 1920. School tot Opleiding
voor Indische Aarts (STOVIA) di Surabaya, Rechts Hogeschool di Batavia (1924)
serta Geneeskunde Hogeschool di Batavia (1927), Faculteit van Landbouw
Wetenschapen en Wijsgebeerte di Buitenzorg (Bogor) pada tahun 1941 dan terakhir
Faculteit van Letterkunde di Batavia (1941). Kesemuanya memiliki semacam
perpustakaan fakultas. Ketika pemerintah Indonesia membentuk Universiteit
Indonesia tahun 1950, kesemua sekolah tinggi dan faculteit itu berubah menjadi
fakultas. Penyatuan itu yang menyebabkan perpustakaan perguruan tinggi di
Indonesia dimulai dari perpustakaan fakultas baru menyatu menjadi perpustakaan
universitas.
5.
PERPUSTAKAAN SEWA (HUURBIBLIOTHEK) DAN YANG DIDIRIKAN
KRATON
Pada zaman sebelum perang (1942) Indonesia mengenal
perpustakaan sewa, disebut huurbibliothek. Pada awalnya openbare leeszalen
dengan huurbibliotheek sering “bersaing” dalam memenuhi kebutuhan bacaan
pemakainya, kemudian secara alamiah terjadi penjurusan yang berbeda. Bila
openbare leeszalen lebih banyak menyediakan bacaan ilmiah dan ilmiah populer,
maka huurbibliotheek cenderung menyediakan bacaan berupa roman dalam bahasa
Belanda, Inggris dan Prancis serta buku untuk remaja.
Huurbibliotheek terdapat di Batavia, Soerabaia, Malang,
Jogjakarta, Madioen dan Solo, dikelola oleh penerbit forma G. Kolff & Co.
Toko buku Visser mendirikan huurbibliotheek di Bandoeng. Huurbibliotheek
lainnya ialah Viribus Unitis di Batavia, C.G. van Wijhe di Soerabaia serta
Leesbibliotheek Favoriet di Batavia. Lazimnya ketiga perpustakaan sewa yang
disebut terakhir ini menyediakan bahan bacaan yang dibeli dari pedagang buku
loakan serta berbagai roman kuno yang dibeli dari tangan kedua sehingga peranan
mereka dalam persewaan buku tidaklah maknawi.
Di samping persewaan buku,ada juga persewaan naskah di
Batavia yang diselenggarakan oleh penulis Moehammad Bakir tahun 1897 yang
mengelola sebuah perpustakaan sewa naskah di Pecenongan. Naskah disewakan bagi
umum dengan imbalan sekitar 10 sen per malam disertai himbauan agar jangan
terkena ludah sirih atau minyak lampu teplok! Perpustakaan serupa terdapat juga
di Palembang dan Banjarmasin.
Masih ada perpustakaan lain, yaitu yang didirikan oleh kraton,
misalnya perpustakaan Radyo Poestoko di Yogyakarta dan perpustakaan serupa di
lingkungan Mangkunegaraan, Surakarta. Di pulau Penyengat sekitar akhir abad 18
diketahui adanya sebuah perpustakaan umum yang didirikan oleh penguasa
setempat.
6.
PERPUSTAKAAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia didirikan di
Jakarta dan Rijksmuseum di Amsterdam sejak tahun 1995 yang telah memulai adanya kerjasama dalam pelestarian
warisan budaya bangsa. Pada tahap pertama dikhususkan pada gambar-gambar yang
dibuat oleh Johannes Rach (1720-1783). Koleksi yang dimiliki Perpustakaan
Nasional RI sebanyak 202 buah gambar merupakan jumlah terbesar dari seluruh
gambar Rach yang merekam peristiwa penting di Indonesia dan beberapa negara di
Asia. Sebagai salah satu museum terbesar di negeri Belanda, Rijkmuseum juga memiliki
gambar Johannes Rach yaitu sebanyak 40 buah gambar. Agar dapat didayagunakan
oleh masyarakat luas kedua pihak telah menjajaki kemungkinan untuk mengumpulkan
koleksi tersebut dan dipublikasikan dalam bentuk pameran maupun terbitan.
DAFTAR RUJUKAN
http://sejarah.blogspot.com/sejarah-perpustakaan-diindonesia.html. diakses
3 september 2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar